TVPOLRINews.com | Medan : Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Medan, kembali gelar sidang lanjutan dugaan Korupsi Pengadaan Bibit Karet di Kabupaten Nias, yang digelar atau dilaksanakan di Ruang Sidang Tipikor Medan, Jalan pengadilan No.8-10 Medan (Senin, 14/04/2018).
Saat sidang terhadap 2 terdakwa korupsi Dinas Pertanian Kabupaten Nia Tahun Anggaran 2016 itu cukup seru. Tiga dari lima saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dicecar sejumlah pertanyaan oleh Majelis Hakim.
Tiga saksi yang hadir adalah Fonaso Laoli (FL) sebagai Pengguna Anggaran yang juga Kadis Pertanian Kabupaten Nias, Sozaro Telaumbanua (ST) selaku Kuasa Pengguna Anggaran atau KPA dan Sozanolo Zai (SZ) yang disebut sebagai penerima uang komitmen pada proyek itu.
Sedangkan Anggota DPRD Nias Notarius Mendrofa dan Herman Zebua sebagai Ketua Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten Nias tidak hadir saat sidang ini.
Sidang berlangsung 2 jam (pukul 3 -5 sore) itu dipimpin Neni Sriwahyuni sebagai Ketua Majelis Hakim, Ahmat Sayuti dan E Silalahi (Hakim Anggota). JPU dari Kejaksaan Negeri Gunungsitoli Rahmatulah (Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara). Dua jaksa dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, yakni Firman Halawa dan Hopples Nababan.
“Berarti bapak sama sekali tidak tahu? katakan yang sebenarnya jangan berbohong. Masa bapak tidak tahu pekerjaan proyek tersebut? sementara bapak sendiri yang tandatangani kontraknya serta bapak sendiri yang cairkan uangnya,” tanya hakim kepada FL, di ruang Sidang Pengadilan Tipikor Medan, jalan Pengadilan No.8-10 Kota Medan.
FL mengaku tidak tahu menahu tentang proyek bibit karet itu. Ia menyebut, belum pernah kenal dengan pihak CV Nodela Solai dan rekanannya. Atas keterangan itu, hakim menegaskan FL tidak berbohong karena sudah disumpah sebelum bersaksi. “Saya hanya sekedar mengetahui, tapi tidak ada kata-kata menyetujui,” jawab FL.
Merespon jawaban FL, hakim kembali bertanya apa bedanya kata mengetahui dengan kata menyetujui. Kali Ini FL bungkam tidak menjawab lagi. “Yang membuat Harga Perkiraan Sendiri waktu itu adalah PPK Pertama yakni ST, yang juga sebagai KPA saat ini bersama dengan Kepala Dinas sendiri. Saat ini ST sudah tersangka, masa kamu tidak tahu, sekali lagi jangan berbohong,” tegas hakim kepada FL.
Ketika gilirannya ditanya, saksi SZ yang disebut menerima dana taktis pada proyek itu, membantah telah menerima uang dari rekanan. “Saya belum menerima uang dari rekanan untuk disampaikan kepada kadis, tapi saya kenal dengan rekanannya,” akunya.
Sedangkan ST mengaku sudah bertemu dengan Dodi Triaman Mendrofa selaku kontraktor pelaksana. Kala itu dia tahu ada amplop yang berisi uang, namun dia menolak menerima. “Yang mulia, belum pernah saya mengarahkan menyerahkan uang itu kepada SZ,” katanya.
Mendengar keterangan mereka, hakim kesal dan meminta kembali agar mereka tidak berbohong. “Sekali lagi saya minta jangan berbohong. Jika saudara terbukti memberikan keterangan palsu, maka saudara bisa duduk sebagai terdakwa. Memberikan keterangan palsu itu ancamannya 7 tahun penjara,” tegas hakim lagi.
Menanggapi keterangan para saksi, dua terdakwa yakni Kurniel Zendrato selaku Pejabat Pembuat Komitmen dan DTM selaku rekanan, membantah. “Yang mulia, yang dikatakan FL itu tidak benar. Saat itu saya dipanggil FL untuk membicarakan proyek itu karena jauh-jauh sebelumnya FL dan oknum DPRD Nias NM sudah membicarakannya,” ungkap KZ.
Menurut DTM, apa yang dibilang FL tidak benar. “Karena hari itu saya jemput langsung uang kepada NM di kantor DPRD Nias sebesar Rp.50 juta untuk diantar kepada Kadis melalui ST. Yang mana uang itu diperuntukkan sebagai DT (dana taktis). Namun saya sesampai di ruang ST, dia mengarahkan saya ke ruang SZ menyerahkan uang tersebut,” jelasnya.
Mendengar keterangan terdakwa, hakim meminta jaksa menghadirkan NM pada sidang berikutnya. “Soal membantah dalam sidang itu adalah hak para terdakwa. Nanti akan terbuka faktanya, dan jika terbukti bersalah, bisa menjadi hal memberatkan,” ujar Rahmatullah, sebagai satu dari tiga JPU. (Hery Manalu)
Leave a Reply